Meskipun saya menyukai seri Civilization dan game strategi 4X populer lainnya, game-game tersebut sering terasa terlalu panjang. Itulah kenapa konsep dari The Battle of Polytopia zeusqq terasa menarik buat saya. Game ini menawarkan pengalaman strategi 4X versi ringkas dengan gaya seni yang menggemaskan dan pohon teknologi yang disederhanakan.
Namun, penyederhanaan gameplay strategi 4X dalam game ini justru menimbulkan tantangan tersendiri. Banyak fitur dan elemen gameplay yang terasa sangat kurang. Jadi, pertempuran sebenarnya dalam The Battle of Polytopia justru adalah melawan tampilan visual yang agak kaku dan usaha untuk tetap tertarik dengan dunia voxel-nya yang membosankan.
Polytopia punya tiga mode utama: Perfection, Domination, dan Creative. Perfection memberikan lo 30 giliran untuk mencapai skor tertinggi dibandingkan peradaban lain. Domination adalah mode adu kekuatan penuh, di mana lo harus menaklukkan semua kota dan mengalahkan musuh. Sedangkan Creative memungkinkan lo mengatur parameter pertandingan dan bermain sesuka hati. Setiap mode menyediakan pilihan tingkat kesulitan dari easy sampai crazy, dan bisa melawan hingga 12 suku Polytopia lainnya.
Ngomongin soal suku, pilihannya cukup beragam. Mereka semua terlihat terinspirasi dari peradaban sejarah, seperti suku Imperius yang mirip Kekaisaran Romawi atau Bardur yang bernuansa Viking. Semua digambarkan dalam gaya seni voxel berwarna cerah yang mengingatkan saya pada game lain yang pernah saya ulas, Riverbond. Gaya ini membuat tampilan Polytopia jadi hangat dan lucu, bahkan ketika lo sedang perang besar. Walaupun begitu, visualnya mirip dengan banyak game mobile lain yang pakai gaya serupa, meski beberapa desain unit-nya cukup imut.
Sebagian besar suku bermain dengan cara yang mirip, tapi kadang ada suku baru yang ditambahkan sebagai konten berbayar (DLC). Untuk keperluan ulasan ini, saya mencoba suku terbaru, Cymanti. Suku ini unik karena pakai pasukan serangga raksasa dan bisa meracuni musuh, dan gaya bermainnya yang aneh justru jadi favorit saya. Jadi, DLC ini bisa cukup menarik kalau lo nggak keberatan bayar ekstra.
Gameplay-nya fokus pada membangun kota dengan membuat bangunan dan mengumpulkan sumber daya buat meningkatkan populasi kerajaan. Membangun bangunan, melatih pasukan, dan meneliti teknologi baru semuanya butuh stars, mata uang dalam Polytopia. Kota lo akan menghasilkan lebih banyak stars seiring pertumbuhan populasinya. Ada bar di bawah setiap kota yang terisi saat lo membangun atau mengumpulkan sesuatu, dan ketika penuh, lo dapat hadiah, mulai dari stars tambahan, tentara raksasa, hingga tembok pelindung kota. Lo bisa mendapatkan kota baru dengan memindahkan unit ke kota netral atau merebut kota musuh.
Desain strateginya cukup standar, tapi alurnya cepat, jadi pertandingan terasa ringan dan nggak makan waktu. Sayangnya, AI musuh terasa agak bodoh. Main di tingkat normal bahkan hard terlalu mudah, jadi saya harus naik ke crazy biar dapat tantangan yang layak.
Tapi mungkin tantangan terbesar dari Polytopia adalah mencoba memahami apa yang saya lihat di layar. Peta bisa sangat penuh dan sempit. Banyaknya unit dan bangunan bikin semuanya kelihatan seperti kekacauan visual. Lo juga nggak bisa muter peta untuk lihat dari sudut lain, dan zoom-nya terbatas. Kadang saya bahkan nggak sadar ada pasukan yang belum jalan karena tersembunyi di antara keramaian.
Sistem tempurnya juga nggak terlalu mendalam. Lo mulai dengan prajurit lemah, lalu meneliti teknologi buat dapet pasukan berkuda, pemanah, pemanah kuat, dan akhirnya unit paling kuat dari suku lo. Di titik itu, tinggal spam unit terbaik dan serang musuh sampai menang. Karena alasan ini, saya lebih suka main di mode Perfection karena fokusnya skor, jadi tantangan dan monumen lebih terasa penting.
Pertarungan yang lemah masih bisa diterima kalau ada banyak hal lain yang bisa dilakukan, tapi fitur bangunannya sangat mendasar dan pohon teknologinya bisa cepat diselesaikan. Setelah semua riset selesai, lo cuma tinggal klik-klik peta buat nempatin forge, sawmill, kuil, dan sebagainya.
Nggak ada strategi khusus dalam membangun. Saya cuma bikin apa pun yang bisa ningkatin angka. Di game strategi lain seperti hoki slot, biasanya bangunan saling terhubung—misalnya lo bikin ladang buat nyediain makanan, lalu ada pedagang yang bawa makanan itu ke kota lain buat dijual. Tapi di sini, semuanya cuma buat naikin populasi biar dapet stars lebih banyak. Lama-lama jadi monoton, dan saya punya banyak stars yang nggak terpakai karena kehabisan tempat bangun dan tiap kota cuma bisa bikin pasukan dalam jumlah terbatas.